Selamat Datang...

MEDIA KITA hadir dengan tampilan baru yang lebih fresh  dan memikat. MEDIA KITA tetap berkomitmen untuk memberikan informasi yang benar sesuai dengan fakta-fakta yang ada dan akan selalu memberikan informasi yang segar, informatif, variatif dan inspiratif buat pembaca MEDIA KITA.

MEDIA KITA menerima pemasangan iklan dengan harga kompetitif keterangan lebih lanjut ke idolazay[at]gmail.com

Gelang Merah Untuk Anak Indonesia

Hati-hati dengan kartu kredit

>

Dengan prihatin saya membaca kisah Andersonite yang mengalami masalah dengan tagihan credit card dari Standard Chartered, sampai dia diteror oleh mereka.

Yang lebih mencemaskan lagi adalah sebuah komentar di posting tersebut :

waktu kamu di indonesia, pasti sering kan dapet penawaran membership atau kartu kredit lain? aku sih curiga ada ’sindikat jual beli data cardholder’ deh. lagian, ngakses data cardholder buat beberapa orang gampang kok ;)

Apakah memang security kita sedemikian tidak amannya di tangan mereka?
Yang jelas, adik saya sudah pernah kena charge yang fraudulent dari perusahaan kartu kreditnya. Kebetulan waktu itu dia di Inggris, dimana hukum berpihak kepada konsumen. Dia kemudian selamat dari tagihan tersebut.
Kalau dia ketika itu sedang di Indonesia, kemungkinan ceritanya akan berbeda….

Tapi masalah terbesar dengan kartu kredit adalah pada “irresponsible lending”.

Barusan ini BI mengeluarkan peraturan yang melarang seseorang untuk memiliki lebih dari 2 kartu kredit. Seorang staf senior BI pernah berkata kepada saya, bahwa BI akan lebih ketat mengawasi sepak terjang berbagai provider kartu kredit di Indonesia. Kelihatannya sudah menjadi kenyataan.
Tetapi ini bukannya berarti BI tidak menyukai cashless payment, justru sebaliknya, terutama ketika uang kertas mahal biaya cetaknya.

Contoh salah satu dari berbagai masalah kartu kredit, selama ini banyak bank yang memperlakukan kredit biasa dengan kredit dari kartu kredit secara berbeda - singkatnya, pinjaman dari kartu kredit diberikan tanpa kehati-hatian / memperdulikan resiko. Hasilnya, banyak pelanggan kartu kredit yang jadi menunggak.

Tetapi, karena biasanya tunggakannya ini jauh lebih kecil daripada pinjaman biasa, maka masih bisa dicicil; walaupun dalam yang waktu lama. Dimana ini tentu saja menguntungkan bank (karena bunganya menjadi sangat besar), dan merugikan konsumen.

Masalahnya terus berlanjut, dimana kemudian bank biasanya menggunakan jasa debt collector untuk menagih tunggakan yang macet. Celakanya, debt collector di Indonesia seringkali menggunakan cara-cara yang sewenang-wenang dalam operasinya.
Saya kira inilah faktor terbesar yang membuat BI marah dan memutuskan, “enough is enough“, dengan para provider kartu kredit. Apalagi ketika ada kasus sampai dimana ada seorang guru dengan gaji kurang dari 2 juta/bulan, menunggak sampai 50 juta lebih, dan dizalimi habis-habisan oleh para debt collector.

Regulasi yang ketat dari otoritas akan membantu mencegah & mengurangi kesewenang-wenangan dan eksploitasi terhadap konsumen seperti ini.

Regulasi yang ketat ini, secara sekilas, akan terkesan mempersulit customer. Seperti, syarat-syarat yang ketat (tidak sembarangan orang bisa mendapatkan kartu kredit), dll. Namun pada akhirnya, semuanya ini adalah untuk melindungi kita sendiri.

Anyway, bagi yang belum menggunakan kartu kredit, sebaiknya tidak usah. Saya punya kartu kredit pun karena diberikan oleh bank; itupun saya gunakan hanya untuk bertransaksi online (convenience), bukan untuk berhutang.
Mungkin kita perlu mengembalikan budaya melihat hutang sebagai “last resort”, dan bukannya sebagai tindakan yang pertama kali dilakukan ketika menghadapi masalah.

Saya pernah bercerita kepada seorang kawan di Inggris, bagaimana budaya keluarga kami sejak dahulu, yaitu membeli (komputer, mobil, dll) hanya ketika mempunyai uang di tangan/bank. Dia tercengang, sepertinya sudah bertahun-tahun tidak mendengar hal demikian. Saya akui kepada dia bahwa ketika tiba di Inggris, memang saya sempat syok melihat bagaimana budaya berhutang adalah suatu yang sangat wajar disana.
Dan bahkan pada masyarakat yang telah memiliki budaya berhutang tersebut, regulasi kredit sangat ketat, dan memihak konsumen — tetap saja ada banyak kasus keuangan pribadi karena jeratan hutang kartu kredit.
Apalagi di Indonesia, yang kebanyakan kita belum memiliki keahlian private finance management, regulasi kredit masih longgar, dan nyaris tidak ada perlindungan konsumen.

Memiliki kartu kredit di Indonesia masih merupakan sesuatu yang berbahaya bagi kebanyakan orang. Hindari saja jika Anda bisa.[herry supehmi]




0 komentar:

Posting Komentar



 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent