Era Baru Dengan Sellaband
oleh: Hermawan Kartajaya*
ANDA seorang musisi baru dan tidak punya dana untuk melakukan rekaman di studio secara profesional? Jangan kuatir. Anda bisa bergabung ke situs Sellaband (www.sellaband.com), mengumpulkan dana di situ, lalu melakukan proses rekaman layaknya musisi profesional.
Ya, inilah salah satu terobosan dalam industri musik di era New Wave Marketing ini. Fans Anda di seluruh dunia bisa ikut mendanai proyek rekaman Anda. Sebaliknya, kalau Anda yang jadi fans musisi yang ada di Sellaband, Anda pun bisa ikut mendanai proyeknya, walaupun tidak kenal musisi tersebut.
Model bisnis Sellaband ini memang unik. Situs musik yang diluncurkan di Bocholt, Jerman oleh Johan Vosmeijer, Pim Betist, dan Dagmar Heijmans pada Agustus 2006 ini melibatkan para fans secara aktif untuk mendukung musisi yang digemarinya sejak awal proses rekaman.
Mekanismenya sebagai berikut. Kalau Anda adalah musisi yang memerlukan dana, Anda harus membuka account di Sellaband dan meng-upload beberapa contoh lagu. Sellaband lalu akan memperlakukan Anda layaknya sebuah perusahaan yang akan melakukan IPO. Jadi, Sellaband akan menerbitkan semacam saham. “Saham” ini dalam istilah Sellaband disebut “Parts”. Jumlahnya untuk tiap musisi sebesar 5000 parts dan nilainya sebesar 10 dollar AS per parts. Sementara itu, kalau jadi fans, Anda juga harus membuka account di Sellaband. Fans ini disebut sebagai “Believers”. Anda bisa mendukung satu musisi atau beberapa musisi sekaligus dengan membeli parts tadi, berapa pun jumlahnya terserah.
Nah, setelah musisi itu mengumpulkan 5000 parts alias telah berhasil mengumpulkan dana sebesar 50 ribu dollar AS, Sellaband lalu akan mengatur agar musisi tersebut mulai melakukan proses rekaman secara profesional. Sellaband akan menyediakan studio, produser, dan A&R profesional untuk merekam album mereka sampai jadi. Musik mereka ini akan diluncurkan dalam bentuk CD edisi terbatas (sebanyak 5000 buah), CD edisi regular, dan dalam format digital download.
Believers sendiri akan mendapatkan masing-masing satu CD edisi terbatas untuk setiap part yang dimilikinya. Believers bisa mengambil CD ini, bisa juga menjualnya kepada orang lain. Penjualannya bisa dilakukan melalui situs Sellaband atau melalui pihak ketiga lainnya. Nilai penjualannya sendiri bisa di atas nilai satu parts tadi alias di atas 10 dollar AS per buah.
Unik, bukan? Semua pihak diuntungkan di sini. Musisi akan mendapatkan dana untuk proyek rekaman. Setelah CD keluar, tentu musisi ini juga akan memperoleh bagian dari penjualan CD edisi reguler, digital download, atau dari konser-konser. Believers juga akan mendapatkan bagian sebagai “pemegang saham”. Sementara pihak Sellaband sendiri juga akan mendapatkan bagian dari hasil penjualan CD tadi serta dari sejumlah komisi atau biaya transaksi yang terjadi.
Saat ini tercatat ada sekitar 8600 musisi yang terdaftar di Sellaband. Sebanyak 27 musisi telah berhasil mengumpulkan 50 ribu dollar AS dan telah atau sedang menjalani proses rekaman. Mereka ini berasal dari berbagai negara seperti Belanda, Perancis, Inggris, Jepang, Argentina, Australia, dan lain-lain. Dari Indonesia sendiri saya lihat ada 14 musisi, namun belum ada yang mencapai 50 ribu dollar AS. Yang tertinggi adalah Saharadja dari Bali, yang baru berhasil menjual parts sebanyak 13 unit alias mengumpulkan dana sebesar 130 dollar AS.
Nah, kasus Sellaband ini menunjukkan terjadinya Communal Activation sebagai saluran distribusi di era New Wave Marketing. Komunitas penggemar yang ada dimanfaatkan bukan hanya sebagai pelanggan, namun juga untuk menyebarluaskan musik yang telah dibuat. Di sini juga terjadi proses Co-Creation antara produsen (musisi) dan pelanggan (fans). Pelanggan dilibatkan sejak awal proses “produksi” sehingga bisa memiliki sense of ownership, bukan hanya sense of belonging.
Inilah praktik low-budget high-impact marketing. New Wave Marketer memang harus terus berupaya mencari cara-cara kreatif seperti ini agar bisa sukses. Melakukan Communal Activation sebagai sebuah saluran distribusi merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh.
-- Ringkasan tulisan ini bisa dibaca di Harian Kompas --
* Hermawan Kartajaya adalah pakar marketing di Indonesia. Untuk melihat tulisan Hermawan Kartajaya tentang marketing bisa mengunjunggi http://hermawankartajaya.com/
0 komentar:
Posting Komentar